Pages

Jumat, 06 Juli 2012

REKAM JEJAK PENDIDIKAN NASIONAL

Pendidikan adalah upaya sadar dan terencana bagaimana membangun bangsa Indonesia mencapai kehidupan yang lebih adil dan sejahtera. Hal tersebutlah yang menjadi faktor utama mengapa banyak negara memprioritaskan pembangunan sektor pendidikan sebagai salah satu indikator penting kesuksesan sebuah negara. Sebab mereka memandang, pembentukan kualitas Sumber Daya Manusia hanya dapat dihasilkan melalui kebijakan terpadu, terencana dan terarah dalam sektor pendidikan. Ketika pendidikan berhasil, dapat dikatakan pembangunan negara tersebut yang imbasnya akan banyak mengalami kemajuan dalam berbagai hal.

Indonesia sebagai sebuah negara yang memiliki SDM besar sudah selayaknya mengoptimalkan sektor pendidikan sebagai bagian penting membentuk kesadaran kolektif dan keunggulan masyarakatnya. Praktek komersialisasi, neoliberalisme, neo kapitalisme dan diskriminasi pendidikan tidak sepantasnya ada di Indonesia. Sebab berbagai gejala negatif itu bertentangan dengan kepribadian dan kebudayaan nasional. Bagaimana kita dapat memberikan solusi atas pendidikan sekarang ini ? hal inilah yang sepatutnya kita garis bawahi dengan sebijak mungkin. Seiring dengan hal tersebut patutlah kita merenung dan senantiasa mengevaluasi berbagai program dan kebijakan yang sudah ada. Sebagai sebuah ilustrasi setelah kita merdeka selama kurang lebih 67 tahun? Sudahkah pendidikan kita menunjukan kualitas yang sesuai dengan tuntutan kecanggihan abad 21 ini ? dari sisi sumber daya manusianya, siswanya, Gurunya, kurikulumnya, Sekolahnya, terutama Hasil yang telah dicapai?

Hasil penelitian  didapatkan antara lain: Kualitas pendidikan di Indonesia sangat memprihatinkan. Ini dibuktikan antara lain dengan data-data berikut dibawah ini. Kualitas pendidikan di Indonesia masih sangat rendah, UNESCO (2000) tentang peringkat Indeks Pengembangan Manusia (Human Development Index), yaitu komposisi dari peringkat pencapaian pendidikan, kesehatan, dan penghasilan per kepala yang menunjukkan, bahwa indeks pengembangan manusia Indonesia makin menurun. Di antara 174 negara di dunia, Indonesia menempati urutan ke-102 (1996), ke-99 (1997), ke-105 (1998), dan ke-109 (1999). Menurut survei Political and Economic Risk Consultant (PERC), kualitas pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12 negara di Asia. Posisi Indonesia berada di bawah Vietnam. Data yang dilaporkan The World Economic Forum Swedia (2000), Indonesia memiliki daya saing yang rendah, yaitu hanya menduduki urutan ke-37 dari 57 negara yang disurvei di dunia. Dan masih menurut survai dari lembaga yang sama Indonesia hanya berpredikat sebagai follower bukan sebagai pemimpin teknologi dari 53 negara di dunia.

Kualitas pendidikan Indonesia yang rendah itu juga ditunjukkan data Balitbang (2003) bahwa dari 146.052 SD di Indonesia ternyata hanya delapan sekolah saja yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Primary Years Program (PYP). Dari 20.918 SMP di Indonesia ternyata juga hanya delapan sekolah yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Middle Years Program (MYP) dan dari 8.036 SMA ternyata hanya tujuh sekolah saja yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Diploma Program (DP).

Bila di evaluasi dengan seksama , sekarang ini kualitas pendidikan yang didapat memang sangat memprihatinkan. Oleh karena itu, harus di cari suatu upaya kebijakan yang lebih baik yang dapat meningkatkan kualitas pendidikan Nasional. Dalam merespons hal tersebut, pemerintah melakukan berbagai pendekatan dan cara untuk menyelamatkan pendidikan dalam skala nasional dengan program dan kebijakan yang mendukung. Berbagai kebijakan yang ditempuh diantaranya mega proyek generasi emas. Generasi emas dapat terjadi sebab sejak 2010 sampai 2035 merupakan saat dimana Indonesia mendapatkan bonus demografi. Yakni, populasi usia produktif yang paling besar sepanjang sejarah Indonesia berdiri.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik 2011, jumlah penduduk Indonesia 2010 usia muda lebih banyak dibandingkan dengan usia tua. Data itu menyebutkan jumlah anak kelompok usia 0-9 tahun sebanyak 45,93 juta, sedangkan anak usia 10-19 tahun berjumlah 43,55 juta jiwa. Jika prediksi ini tepat sasaran, kelak tahun 2045 calon generasi emas Indonesia usia 0-9 tahun akan berusia 35-45 tahun, sedangkan yang usia 10-20 tahun berusia 45-54 tahun.

Keinginan melahirkan generasi emas langsung dijabarkan dengan memberikan perhatian serius dengan program wajib pendidikan dasar disertai dengan program pendidikan karakter sejak dini. Kedua adanya bantuan pembiayaan pendidikan dimana pemerintah memberikan bantuan beasiswa baik beasiswa unggulan/berprestasi atau kurang mampu. Selain itu pemerintah menelurkan program Bantuan Operasional Sekolah. BOS adalah subsidi biaya operasional sekolah kepada semua peserta didik yang disalurkan melalui satuan pendidikan sehingga sekolah tidak meminta biaya operasional sekolah dari peserta didik terutama siswa dari masyarakat miskin. Program ini merupakan salah bentuk nyata Indonesia yang mendapatkan perhatian besar dunia internasional khususnya UNESCO. Berdasarkan survei Nasional yang dilaksanakan The Indonesian Research and Development Institute pada Oktober 2008 sebanyak 75,9% responden menyatakan positif dan mendukung program BOS.

Program BOS dalam pelaksanaannya berjalan sukses dimana banyak mengurangi beban orang tua untuk membiayai pendidikan anak. Setelah mulai digulirkan, jumlah siswa yang terbebas dari pungutan biaya operasional sekolah meningkat dari 28,4% (2004/2005) menjadi 70,3% (2005/2006), menurunkan angka putus sekolah dari 0,60% menjadi 0,40%, menurunkan tingkat ketidakhadiran dari 2,71% menjadi 2,14%, menurunkan angka mengulang kelas dari 1,73% menjadi 1,24% serta meningkatkan angka melanjutkan dari SD/MI ke SMP/MTs dari 94,27% menjadi 96,70% dalam kurun waktu yang sama.

Ketiga memutuskan mata rantai korupsi dengan melakukan penerbitan peraturan menteri sebagai langkah antisipatif mengatasi maraknya pungutan liar dan budaya desktruktif lainnya. Bukti nyata itu salah satunya adalah (Kemendikbud) menerbitkan Peraturan Menteri (Permen) nomor 60 tahun 2011 tentang larangan pungutan tentang larangan pungutan di tingkat SD dan SMP. Besarnya pungutan terhadap para siswa pada tahun ajaran 2011/2012 menjadi dasar terbitnya Permen tersebut. Jenis pungutan pada seragam sekolah dan buku/LKS dikembalikan pada keinginan masing-masing orang tua murid. Sedangkan pungutan untuk pembangunan/gedung, administrasi pendaftaran, SPP, masa orientasi, ekstrakurikuler, laboratorium, masa orientasi, dan ujian memang tidak dibolehkan.

Larangan  berlaku untuk sekolah-sekolah negeri, sekolah-sekolah swasta yang menerima BOS, Sekolah Bertaraf Internasional (SBI), dan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI). Sekolah yang dimaksud adalah yang setara dengan SD dan SMP, termasuk SLB, SMP-LB, dan SMP Terbuka. Untuk sekolah-sekolah negeri dilarang melakukan pungutan baik biaya operasional maupun biaya investasi. Sedangkan untuk sekolah-sekolah swasta yang menerima BOS hanya dilarang memungut biaya operasional saja, sementara pungutan biaya investasi boleh.

Keempat membangun sekolah-sekolah baru dan rehabilitasi sekolah rusak dimana populasi penduduk yang tidak bersekolah sangat besar, atau memiliki APK rendah. Untuk di daerah-daerah terpencil, terpencar, dan daerah perbatasan, Kemdikbud telah menyiapkan model sekolah berasrama yang terintegrasi. Ada sekolah, asrama, rumah untuk pendidik dan tenaga kependidikan. Sehingga untuk itu kalau sebelumnya di daerah-daerah terpencil, terluar, berlaku adagium siswa mencari sekolah, kini menjadi sekolahlah yang mencari siswa.

Sedangkan untuk rehabilitasi sekolah rusak sebagai gerakan nasional adalah usaha untuk memperluas akses pendidikan sekaligus upaya meningkatkan mutu pendidikan itu sendiri. Setiap kerusakan sekolah memiliki kategori tersendiri. Sekolah yang tingkat kerusakannya mencapai 45-65 persen masuk dalam kategori rusak berat, dan berhak menerima bantuan pemerintah sebesar Rp 102 juta untuk rehabilitasi atau bangun ulang setiap kelasnya..

Sumber dana program rehabilitasi sekolah (rusak berat dan ringan) berasal dari APBN melalui Dana Alokasi Khusus (DAK), dan APBD. Sementara itu, sekolah diperkenankan menggunakan dana bantuan operasional sekolah (BOS) untuk mengatasi kerusakan ringan. Kebijakan ini terbukti berhasil dimana pelaksanaan gerakan nasional rehabilitasi sekolah rusak tahun 2011 telah mencapai 98 persen. Hal ini berarti telah menyentuh 8.700 ruang kelas di 2.180 sekolah (SD) di seluruh Indonesia.Melihat keberhasilan itu, Pemerintah menargetkan pada 2013 sudah tidak ada lagi sekolah yang masuk dalam kategori rusak berat.

Kelima adanya banyak persoalan yang menimpa guru Indonesia membuat pemerintah berusaha meningkatkan kualitas guru. Pemerintah mulai merumuskan berbagai kebijakan seperti sertifikasi, uji kompetensi awal dan peningkatan kesejahteraan guru. Program sertifikasi guru mulai dimassifkan beberapa tahun terakhir. Melalui program sertifikasi, pemerintah berusaha melahirkan guru berkualitas.

Untuk itu, seorang guru diharapkan memiliki berbagai kompetensi yang dibutuhkan seperti kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi. Untuk itu, dapat dikatakan tidak mudah menjadi seorang guru sebab tidak sembarang orang bisa menjadi mengajar dan memahami ilmu kependidikan.

Seorang guru profesional diharapkan mampu menghasilkan kontribusi positif menghasilkan pendidikan bermutu. Pendidikan bermutu yang mencerminkan 8 (delapan) standar pendidikan sesuai amanah PP Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) yang meliputi standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan.

Keinginan pemerintah membentuk guru profesional pantas mendapatkan apresiasi sebagai sebuah usaha mencapai misi mencerdaskan kehidupan bangsa. Kehadiran guru profesional merupakan ujung tombak yang bersifat strategis mencapai program pembelajaran. Oleh karena itu, pemerintah diharapkan mampu menyeimbangkan hak dan kewajiban guru profesional. Hak guru profesional dapat dinilai dengan tunjangan profesi, pemberian beasiswa untuk kuliah agar terbentuk guru kompeten dan peluang mendapatkan promosi bagi guru berprestasi.

0 komentar:

Welcome Comments Pictures